Kamis, 03 Juli 2014

BUDAYA ORGANISASI

pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Dapat juga dimaknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih berharga baik bagi dirinya keluarganya maupun lingkungannya, oleh karena itu hak atas pekerjaan merupakan hak asasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib dijungjung tinggi dan dihormati.
Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusian.Namun, pada kenyataannya,keterbatasan lowongan pekerjaan didlam negeri menyebabkan banyaknya warga Negara Indonesia/TKI mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya animo tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeridi satu segi mempunyai sisi positif, yaitu mengatasi sebagian pengangguran di dalam negeri namun mempunyai pula sisi negatifnya berupa berisiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusia terhadap TKI. Resiko tersebut dapat di alami oleh TKI baik selama proses keberangkatan,selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar resiko perlakuan yang tidak manusiawi trhadap TKI sebagaimana disebutkan diatas dapat dihindari atau minimal dikurangi.
Pada hakikatnya ketentuan-ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam maslah ini adalah ketentuan-ketentuan yang mampu mengatur pemberian pelayanan penempatan bagi tenaga kerja secara baik. Pemberian pelayanan penempatan secara baik didalamnya mengandung prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman, pengaturan yang bertentangan dengan prinsip tersebut memicu terjadinya penempatan tenaga kerja illegal yang tentunya berdampak pada perlindungan bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sekarang ini bekerja di luar negeri,meningkat kasus perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI baik didalam maupun di luar negeri. Kasus yang berkaitan dengan nasib TKI semakin beragam bahkan berkembang kearah perdagangan manusia yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan kemanusian.
Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar acuan dan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri adalah ordonansi tentang pengerahan orang Indonesia untuk melakukan pekerjaannya di luar Indonesia (staatblad Tahun 1887 Nomor 8) dan keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya.ketentuan dalam ordonansi sangat sederhana/sumir sehingga secara praktis tidak memenuhi kebutuhan yang berkembang. Kelemahan ordonansi itu tidak adanya undang-undang yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi melalui pengaturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya.
Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,Ordonansi tentang pengerahan Orang Indonesia untuk melakukan Pekerjaan di luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan diamanatkan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri diatur dalam undang-undang tersendiri. Pengaaturan melalui Undang-Undang sendiri diharapkan mampu merumuskan norma-norma hukum yng melindungi TKI dari berbagai upaya dan perlakuan eksploitatif dari siapapun.
Dengan mengacu kepada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-undang ini intinya harus memberi perlindungan warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapat pekerjaan,khususnya di luar negeri, agar mereka dapat memperoleh pelayanan penempatan tenaga kerja secara cepat dan mudah dengan tetap mengutamakan keselamatan tenaga kerja baik fisik,moral maupun martabatnya.
Dikaitkan dengan praktek penyelenggaraan pemerintah di Indonesia masalah penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri,menyangkut juga hubungan antarnegara,maka sudah sewajarnya apabila kewenangan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri merupakan kewenangan Pemerintah.namun pemerintah tidak dapat bertindak sendiri,karena itu perlu melibatkan Pemerintah Provinsi,Kabupaten/Kota dan Institusi Swasta, Dilain pihak karena masalah penempatan dan perlindungan tenaga Kerja Indonesia langsung berhubungan dengan masalah nyawa dan kehormatan yang sangat asasi bagi manusia, maka institusi swasta yang terkait tentunya haruslah mereka yang mampu baik dari aspek komitmen,profesionalisme maupun secara ekonomis, dapat menjamin hak-hak asasi warga negara yang bekerja di luar negeri agar tetap terlindungi.
Setiap tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah negaranya merupakan orang pendatang atau orang asing di negara tempat ia bekerja. Meraka dapat dipekerjakan diwilayah manapun di negara tersebut, pada kondisi yang mungkin di luar dugaan atau harapan ketika mereka masih berada ditanah airnya.
Berdasarkan pemahaman tersebut kita harus mengakui bahwa pada kesempatan pertama perlindungan yang terbaik harus muncul dari diri tenaga kerja itu sendiri, shingga kita tidak dapat menghindari perlunya diberikkan batasan-batasan tertentu bagi tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri. Pembataan yang utama adalah keterampilan atau pendidikan dan usia minimum yang boleh bekerja di luar negeri. Dengan adanya pembatasan tersebut diharapkan dapat diminimalisasikan kemungkinan eksploitasi terhadap TKI.
Pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat dilakukan oleh setiap warga negara secara perseorangan. Terlebih dengan mudahnya memperoleh informasi yang berkaitan dengan kesempatan kerja di luar negeri. Kelompok masyarakat yang dapat memanfaatkan teknologi informasi tentunya mereka yang mempunyai pendidikan atau keterampilan yang relatitif tinggi. Sementara bagi mereka yang mempunyai keterampilan yang relative rendah yang dampaknya mereka biasanya dipekerjakan pada jabatan atau pekerjaan-pekerjaan “kasar” tentunya memerlukan pengaturan berbeda daripada mereka yang mempunyai keterampilan yang relative tinggi.bagi mereka lebih diperlukan campur tangan pemerintah untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang maksimal.
Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada serta peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya Undang-Undang No. I Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan diplomatic dan Konvensi wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Misi Khusus (special Missions) Tahun 1969, dan Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-undang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dirumuskan dengan semangat untuk menempatkan TKI pada jabatan yang tepat sesuai dengan bakat,minat dan kemampuannya, dengan tetap melindungi hak-ha TKI. Undang-undang ini diharapkan disamping menjadi instrumen Perlindungan bagi TKI baik selama masa pra penempatan,selama masa bekerja di luar negeri maupun selama masa pemulangan ke daerah asal di Indonesia dan juga menjadi instrument peningkatan kesejahteraan TKI beserta keluarganya.

Organisasi sebagai sistem sosial
Manusia merupakan mahluk yang sepanjang sejarahnya selalu hidup berkelompok kehidupan berkelompok ini di dasari karena setiap orang sebagai mahluk mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama atau kebutuhan sosial.
Beberapa pakar menaruh perhatian khusus mengenai esensi organisasi misalnya Stephen P. Robbins (1990) bahwa organisasi yaitu merupakan social entity unit-unit dari organisasi terdiri dari atas orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Interaksi tersebut terkoordinasi secara sadar, artinya dikelola dalam upaya mencapai tujuannya.
Menurut Robbins, orgnisasi mempunyai batas yang secara relatif teridentifikasi. Batas ini
dapat berubah makin meluas atau sebaliknya makin menyempit. Fungsi dari batas organisasi adalah membedakan antara anggota organisasi dengan bukan anggota organisasi. Seorang mengjadi anggota organisasi melalui kontrak social dimana anggota organisasi dan organisasi saling memberi dan menerima.

Menurut Robbins, organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan tersebut merupakan tujuan organisasi yang disusun agar setiap anggotanya dapat mencapai tujuannya.

Anatomi Organisasi

Wirawan (2004) memformulasikan organisasi sebagai system social yang berisi manusia. Ia melukiskan anatomi organisasi sebagai sisitem social. Organisasi sebagai suatu system terutama organisasi formal terdiri atas subsistem produksi, pemasaran, keuangan, sumberdaya manusia dan lainnya.

Setiap subsistem diikat oleh ikatan sinergi dengan subsistem lainnya. Fungsi daripada ikatan sinergi pertama mengikat semua subsistem lainnya agar menjadi satu kesatuan yang harmonis dan bergerak untuk mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama.

Organisasi dan Pencapaian Nilai

Organisasi merupakan resposns terhadap dan alat penciptaan nilai untuk memuaskan kebutuhan manusia. Organisasi mendapatkan input dari lingkungan ekstenalnya berupa bahan mentah, tenaga kerja, modal, mesin, peralatan dan sebagainya. Bahan-bahan input diproses dalam lingkungan internalnya. Fungsi proses produksi mencakup:
Transformasi input menjadi barang dan jasa baru
Penciptaan sinergi dan;
Penciptaan nilai tambah dalam bentuk :
a. Sinergi input menjadi barang atau jasa baru;
b. Kegunaan output untuk lingkungan eksternal yang berbeda dari kegunaan input;
c. Kemungkinan mendapatkan profit margin.
Proses Penciptaan Nilai Organisasi






Sebagai suatu system sosial, organisasi merupakan system terbuka. Indikator system terbuka terlihat dari garis batas sistemnya yang tidak solid, tetapi bercelah. Melalui celah tersebut apa yang ada dan terjadi dalam lingkungan eksternal organisasi dapat memperngaruhi lingkungan internalnya. Demikian juga peraturan dan kebijakan

KONSEP BUDAYA ORGANISASI

Pengertian

Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang mempengaruhi semua aspek organisasi dan prilaku anggotanya secara individual atau kelompok. Pengaruh budaya organisasi dapat dirasakan orang, misalnya jika berada dimarkas besar TNI berbeda apabila ia berada atau masuk dalam Pondok Pesantren.

Edgar H. Schein mendefinisikan (1995) sebagai berikut pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka belajar untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal.

Menurut Schwartz dan Davis (1981) mendifinisikan merupakan pola kepercayaan dan harapan yang dianut oleh anggota organisasi. Kepercayaan dan harapan tersebut menghasilkan nilai-nilai yang dengan kuat membentuk prilaku para individu dan kelompok-kelompok anggta organisasi.

Menurut Eldride dan Crombie (1974) budaya organisasi adalah menunjukan konfigurasi unik dari norma, nilai, kepercayaan, dan cara-cara berprilaku yang memberikan karakteristik cara kelompok atau individu bekerjasama untuk menyelesaikan tugasnya.

Definisi budaya organisasi diatas berisi sejumlah kata kunci yang memerlukan penjelasan yaitu :
· Isi Budaya Oganisasi
Isi budaya organisasi terdiri atas beragam jenis sebagai berikut :

Artefak
Simbol-simbol / lambing / bendera
Bahasa / jargon
Kepercayaan
Filsafat Organisasi
Norma
Nilai – nilai
Pola prilaku
Cara Melakukan sesuatu
Adat istiadat
Kebiasaan
Harapan
Etos kerja
Kode etik
dan lain – lain
· Sosialisasi
Budaya Organisasi disosialisasikan atau difusikan dan diajarkan kepada setiap anggota anggota organisasi baru. Isi budaya organisasi diperkenalkan dan diajarkan serta diterapkan dalam kegiatan organisasi. Mereka yang ingin menjadi anggota organisasi wajib memahami, merasa memiliki dan menerapkannya dalam prilakunya.
· Mempengaruhi pola pikir, sikap, dan prilaku anggota organisasi
Ketika melaksanakan tugasnya, anggota organisaisi mempunya pola pikir, sikap dan prilaku tertentu.
· Dikembangkan dalam waktu yang lama
Budaya Organisasi dikembangkan pertama kalinya oleh pendiri organisasi ketika mendirikan organsasi. Norma, nilai-nilai, pola pikir, budaya, dan agama dari pendiri organisasi mempengaruhi budaya organisasi yang dikembangkannya, misalnya Hotel Sahid Jaya dipengaruhi oleh norma, nilai-nilai dan pola pikir pendirinya berasal dari Solo, hotel ini kental dengan budaya solo.


Model – Model Budaya Organisasi

Edgar H. Schein (1985) melukiskan budaya organisasi dalam 3 level. Ketiga level tersebut adalah :

Level 1 Artefak.
Level ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan social organisasi. Pada level ini, orang yang memasuki suatu organisasi dapat melihat dengan jelas bangunan, output, teknologi, bahasa tulisan dan lisan, produk seni dan prilaku anggota organisasi.

Level 2 Nilai – nilai
Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang adanya. Jika anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nilai.
Nilai-nilai tersebut dapat dites dalam lingkungan fisik dan dapat dites melalui consensus.

Level 3 Asusmsi Dasar
Asusmsi Dasar yaitu : Hubungan dengan lingkungan, Sifat realitas, waktu dan ruang, karakteristik sifat manusia, sifat aktivitas manusia, sifat dari hubungan antar manusia.

Peran Budaya Organisasi

Dibawah ini adalah peran Budaya Organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi dan mereka yang berhubungan dengan organisasi yaitu :
1. Identitas Organisasi
Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi lain. Budaya organisasi menunjukan identitas organisasi kepada orang diluar organisasi.
2. Menyatukan Organisasi
Budaya organisasi merupakan lem normatif yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu. Norma, nilai-nilai dank ode etik budaya organisasi menyatukan dan mengkoordinasi anggota organisasi. Ketika akan masuk menjadi menjadi anggota organisasi, para calon organisasi mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda.
3. Reduksi Konflik
Budaya organisasi sering dilukiskan sebagai segmen atau lem yang menyatukan organisasi. Isi budaya mengembangkan kohesi social anggota organisasi yang mempunyai latar belang yang berbeda.
4. Komitmen kepada organisasi dan kelompok
Budaya organisasi bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen organisasi kepada organisasi dan kelompok kerjanya.
5. Reduksi ketidakpastian
Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian
6. Menciptakan konsistensi
Budaya organisasi menciptakan konsistensi berpikir, berprlaku dan merespon lingkungan organisasi.
7. Motivasi
Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlihat atau invisible force dibelakang factor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat diobservasi
8. Kinerja Organisasi
Budaya organisasi yang kondusif menciptakan, meningkatkan, dan mempertahankan kinerja yang tinggi
9. Keselamatan kerja
Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja. Richard L. Gardner (1999) dalam penelitiannya menunjukan bahwa factor-faktor penyebab kecelakaan industri adalah budaya organisasi perusahaan
10. Sumber keunggulan kompetitif
Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja yang konsistensi, efektivitas dan efisiensi serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan.

Audit Budaya Organisasi

Audit budaya organisasi dapat mencegah malfungsi budaya organisasi. Audit budaya organisasi adalah mengukur aplikasi dimensi-dimensi budaya organisasi dalam aktivitas anggota organisasi dan mengukur apakah tujuan organisasi tercapai. Elemen-elemen budaya organsasi yang diukur dalam budaya organisasi yaitu :
1. Sebab-sebab dari problem-problem merupakan indicator-indikator untuk mengukur permasalahan yang sedang dialami organisasi.
a. Tuntutan kerja, meliputi presepsi karyawan mengenai beban kerja, kecepatan, kompleksitas, variasi, konflik, dan kesulitan mempertahankan standar-standar kerja
b. Hubungan interpersonal ditempat kerja, merupakan persepsi karyawan mengenai hubungan interpersonal dengan teman sekerja, atasan dengan bawahan, isolasi, kerjasama, dan kesulitan dengan pendelegasian.
c. Dukungan dan hambatan kerja, merupakan dukungan kerja secara luas, sampai seberapa luas individu-individu karyawan menyediakan dukungan dan menghambat teman sekerja, misalnya memberikan balikan, tantangan, intelektual, serta partisipasi dalam mengambil keputusan, otonomi dan tujuan yang didefinisikan secara jelas.
d. Lingkungan kerja fisik, meliputi persepsi karyawan mengenai ergonomis, wajah lingkungan kerja, alat ruang fisik, cahaya ruangan buruk, kondisi lin gkungan yang gaduh dan atmosfir buruk, resiko fisik.
2. Hasil akhir (outcome) meliputi indicator-indikator sebagai berikut :
a. Kinerja, kinerja mengukur persepsi individual karyawan apakah mereka bekerja secara efektif dengan kepastian yang penuh.
b. Komitmen Organisasi, Komitmen organisasi mengindikasikan kepuasan karyawan dengan profil kariernya dalam organisasi dan keinginan untuk tetap bekerja bagi organisasi.
c. Ketidakpuasan kerja, ketidakpuasan harus mengukur kepuasan menyeluruh mengenai pekerjaan dan manajemen serta upah dan hubungan teman sekerja.

STRATEGI DAN BUDAYA ORGANISASI

Penyusunan strategi

Istilah strategi pertama kali di formulasikan secara ilmiah oleh Jendral Clausewichz pada abad ke 19 sebagai cara untuk memenangkan peperangan ia merupakan Jenderal pertama yang memformulasikan teori strategi militer
Strategi adalah rencana komprehensif dan system manajemen untuk mencapai tujuan Organisasi.

Ciri dari strategi adalah :

Formal. Strategi merupakan dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen puncak dan disosialisasikan kepada seluruh anggota organisasi.
Jangka panjang strategi mencakup kurun waktu jangka panjang 5 – 20 tahun
Komfrehensif. Mencakup semua aspek aktifitas organisasi dari level organisasi unit bisnis sampai semua level fungsional.
Menentukan perilaku organisasi. Strategi menentukan perilaku organisasi yang merupakan hasil dari perilaku anggota organisasi dalam merealisasi tujuan organisasi.

Ciri strategi yang baik adalah mampu mndukung misi organisasi,mengekploitasi peluang dan kekuatan,menetralisasi ancaman dan menghindari kelemahan serta mencapai keunggulan kompetitif secara terus menerus.

Budaya organisasi mempengaruhi proses penyususnan dan pelaksanaan strategi. Henry Mintzberg (1987) dalam artikelnya yang berjudul ” Crafting strategy” menyatkan bahwa menyusun strategi sama sama dengan membuat kendi dan piring (craft) dari tanah liat.

Para manajer puncak adalah craftsment dan strategi adalah tanah liat yang dibentuk dengan menggunakan : nilai-nilai, norma, asumsi, dan filsafat organisasi yang merupakan budaya organisasi.

Stategi adalah rencana komperhensif dan system manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Strategi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
1. Formal, strategi merupakan dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen puncak dan disosialisasikan kepada seluruh anggota organisasi.
2. Jangka Panjang, strategi mencakup kurun waktu jangka panjang 5-20 tahun
3. Komprehensif, mencakup semua aspek aktivitas organisasi dari level organisasi. Unit bisnis sampai semua level fungsional
4. Menentukan Prilaku Organisasi, Strategi menentukan prilaku organisasi yang merupakan hasil dari prilaku anggota organisasi dalam merealisasikan tujuan organisasi.

Budaya organisasi mempengaruhi proses penyusunan dan pelaksanaan strategi. Dalam formulasi strategi organisasi, budaya organisasi mempunyai lima peran sebagai berikut :
1. Strategi tehadap persepsi mengenai strategi yang disusun. Dalam menyusun strategi, para pembuat strategi mereka yang menyusun strategi banyak mempergunakan kreativitas, inovasi, dan persepsi untuk menilai ide yang merupakan hasil dari kreativitas dan produk yang merupakan hasil dari inovasi mereka.
2. Mempengaruhi interpretasi informasi, penyusunan strategi memerlukan sangat banyak informasi yang disuplai melalui penelitian.
3. Menentukan Standar Moral, budaya organisasi menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam hubungan penentuan tujuan strategi dan rencana tindakan yang akan dilakukan
4. Menyediakan Norma, Peraturan, dan Prosedur Untuk kegiatan
5. Mengatur penggunaan kekuasaan untuk pengambilan keputusan mengenai tindakan yang harus diambil.



Perubahan Budaya Organisasi

Perubahan budaya organisasi didefinisikan sebagai perubahan norma, nilai-nilai, asumsi, dan filsafat organisasi atau perubahan penafsiran keempat esensi budya organisasi tersebut kemudian diterapkan dalam perubahan pola pikir dan prilaku anggota organisasi. Norma, asumsi, dan filsafat organisasi merupakan inti dari budaya organisasi, sehingga perubahan budya organisasi harus menyatuh perubahan inti budya organisasi ini.

John P. Kotter dan James L Heskett (1992) menyatakan bahwa norma-norma budaya organisasi lebih sulit dirubah daripada norma-norma perilaku kelompok, budaya organisasi mempunyai dua level yang berbeda dalam hal keterlihatan dan eksistensinya untuk berubah. Pada level yang paling dalam dan kurang terlihat adalah nilai-nilai bersama yang dianut oleh anggota kelompok cenderung berlangsung terus, bahkan ketika anggota kelompok berganti.

Proses Perubahan

Proses perubahan budaya organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi berbeda dengan yang terjadi pada organisasi lainnya. Proses perubahan organisasi secara umum mempunyai pola yaitu :
1. Kejadian pemicu. Perubahan budya organisasi dimulai dengan terjadinya kejadian pemicu, yaitu kejadian yang menunjukkan tidak kondusifnya budya organisasi dalam mendukung aktivitas pencapaian tujuan organisasi.
2. Audit budya organisasi. Audit budaya organisasi adalah proses mengumpulkan informasi mengenai masalah yang dihadapi organisasi mengenai budaya organisasinya; Apakah masalahnya menyangkut norma, nilai-nilai, dan asusmi yang tidak cocok dengan perkembangan lingkungan.
3. Strategi budya organisasi. Informasi hasil audit budaya organisasi dipergunakan untuk menyusun strategi perubahan budya organisasi. Strategi perubahan budaya organisasi sebaiknya merupakan bagian dari strategi organisasi.
4. Pelaksanaan dan evaluasi strategi. Rencana tindakan strategi perubahan budaya organisasi dilaksanakan dalam kaitannya dengan pelaksanaan rencana strategi organisasi.

Model – model Perubahan

Perubahan budya organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi memiliki proses yang berbeda dengan yang terjadi di organisasi lain. Berikut model-model perubahan budaya organisasi sebagai berikut :

Model Lundberg

Budaya organisasi meliputi subbudaya unit-unit yang merupakan diferensi dalam budaya organisasi.
Kondisi lingkungan eksternal yang mempengaruhi terjadinya perubahan budaya organisasi.
Sumber perubahan yang mencakup anggaran, waktu dan energi manajerial.
Organisasi mengalami tekanan yang mempercepat terjadinya perubahan budaya orgnisasi, yaitu tuntutan kinerja kerja lebih produktif, tekanan pemangku kepentingan yang mungkin datang dari masyarakat, pemerintah, tekanan dari pertumbuhan atau penyusutan organisasi dan persepsi terjadinya krisis. Misalnya susahnya menemukan sumber daya yang diperlukan.
Terjadinya kejadian pemicu yaitu stimulus yang melepaskan tensi yang dipicu oleh tekanan.
Visi budaya baru
Strategi perubahan budaya
Rencana strategi
Rencana tindakan dilaksanakan dalam bentuk intervensi-intervensi yang dilaksanakan secara sistimatis

Manajemen Perubahan Budaya Organisasi

Budaya organisasi sangat penting bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, sehingga perlu dikelolah secara serius. Tujuan manajemen budaya organisasi adalah untuk mempertahankan budaya organisasi. Jika budaya organisasi kondusif terhadap pelaksanaan strategi organisasi dan terbukti merupakan factor penentu keberhasilan pencapaian tujuan organisasi, maka perlu dipertahankan.

Resistensi Terhadap Perubahan

Banyak factor yang mempengaruhi perlu dilakukan perubahan budaya organisasi antara lain :
Berkembangnya teknologi yang dipergunakan dalam produksi, manajemen, dan pelayanan konsumen
Perkembangan sains dan teknologi
Ditemukannya produk baru yang membuat produksi lama ketinggalan zaman
Perubahan demografi yang mempengaruhi jenis produk dan teknik layanan konsumen
kehidupan kerja baru atau kualitas kehidupan kerja.
Peraturan bisnis dan industri baru.

Mengolah Resistensi Perubahan

Para pemimpin organisasi harus mengolah resistensi terhadap perubahan secara sistematis. Perubahan organisasi mempunyai paling tidak empat komponen yang saling berhubungan yaitu :
Perubahan struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan pola interaksi dan koordinasi yang dirancang oleh manajemen untuk menghubungkan tugas-tugas individu dan kelompok karyawan dalam mencapai tujuan organisasi.
Perubahan teknologi. Setiap organisasi memerlukan teknologi yang meliputi pengetahuan, alat dan proses produksi serta teknik yang dipakai oleh organisasi.
Perubahan budaya organisasi. Perubahan budaya organisasi merupakan perubahan yang sangat kompleks, sehingga harus dilaksanakan secara sistimatis dan penuh hati-hati.
Perubahan sumber daya manusia.Muara dari ketiga komponjen perubahan tersebut adalah perubahan sumber daya manusia.